Search


22 Des 2010

RUMAH YANG MERAKYAT

Sebagian masyarakat di Tanah Air kita hidup dibawah garis kemiskinan, kekisruhan Politik yang sekarang terjadipun seakan menjadi tameng bagi para petinggi Pemerintahan untuk mengabaikan Hak Kewarganegaraan bagi mereka yang membutuhkan “hunian layak”.
Pemerintah kita sibuk mengurusi para koruptor Negara, dan yang lebih parahnya lagi Hukum di Negara Indonesia belum ada yang betul-betul bisa membuat efek jera bagi para koruptor. Hari ini masuk kepenjara, 5 atau 10 tahun lagi akan segera dapat menikmati udara segar kembali. Lantas pernahkah kita berpikir berapa besar uang rakyat hasil korupsi yang hilang dan kemanakah rupiah-rupiah yang disita dari tangan para koruptor?. Mungkinkah Pemerintah yang bedalih sebagai aparat pemberantas korupsi justru malah yang paling menikmati hasil sitaan uang rakyat itu?.









Sebagai penduduk negeri ini dengan berbagai profesi termasuk Arsitek dapat kah kita mengambil peran dibalik semua ke kisruhan itu, serta bagaimana peran yang harus kita pikul untuk merasionalisasi keadaan itu!.
Sebagai argument di Negara kita ada banyak orang yg berpropesi sebagai Arsitek namun berapa banyak juga para arsitek itu yg peka dan memberanikan terjun kedalamnya?. Jika kita sikapi orientasi para arsitek sekarang di Negara kita lebih memfokuskan diri untuk mengikuti industri arsitektur secara Global, lantas apakah itu salah?. Kalaupun saya disuruh menjawab maka saya akan berkata “tidak”, mengapa karena ilmua arsitektur bersifat “continue Pragmatis” yang artinya ilmu yang akan terus menerus berkembang mengikuti peradaban zaman tapi tetap berpegang pada prosudural arsitektur yang sudah ada sejak zaman dulu.



Kebutuhan intelektual para arsitek akan terus dipacu oleh laju indutri global yang terus beinovasi mengikuti kebutuhan pasar konsumen, yang ditandai juga oleh pergeseran peradaban dunia yang terus menuju ke rah materialisme dan fashionisme sehingga menuntut seluruh masyarakat dunia untuk terus bersolek agar tetap bisa bertahan hidup dari kerasnya arus global.
Sekarang mari kita coba melihat bagi mereka para rakyat miskin, apakah mereka juga mampu mengikuti tren tersebut, mungkin ia mungkin juga tidak, karena sekarang sangat susah membedakan perbedaan strata social jika hanya memandang dari sudut tren yang disebutkan diatas. Anda dapat menyaksikan secara nyata banyak para golongan elit yang ternyata masih bias diperdayai oleh kaum yang dianggap rendah dengan cara-cara yang tidak rasional. Tapi dibalik itu semua ternyata penindasan terhadap penduduk miskin lebih besar dan lebih sadis.
Dengan berkedok sebagai Kaum elit Politik yang mengatas namakan rakyat kecil mereka lantas membiyarkan masyarakatnya untuk mencari nafkah dinegeri orang yang tak jarang justru penderitaan yang mereka dapatkan. Atau coba tengok kelakuan pemeritah yang selalu melakukan penggusuran bagi PKL di seluruh belahan Nusantara dengan kedok Kebersihan Lingkungan Kota, setelah itu tidak ada tindak lanjut untuk mengisolir mereka ketempat baru yang lebih bagus dan menguntungkan, yang terlihat mereka justru di isolir kepinggiran kota yang sangat jauh dari aktifitas ekonomi masyrakat. Atau terkadang mereka sama sekali tidak diberikan lahan lagi karena alasan Tanah Milik Negara atau Milik Perusahaan …bla….bla.
Sebenarnya tidak banyak yang merka inginkan dari Negara ini, dari pengalaman saya yang selalu berinteraksi bersama orang-orang kecil mulai dari kanak-kanak sampai sekarang ada beberapa hal yang menjadi vocal point dari keinginan mereka:
- Kelayakan Hidup
Seorang pedagang kaki lima di kampus saya mengeluhkan kisahnya, secara kelayakan kampus memang tidak etis ada kegiatan dagang yang secara gambling terlihat di dalam kampus, tapi dari sisi lain hal tersebut juga menjadi satu wadah bagi saya dan teman-teman untuk menikmati produk jajanan dengan nilai ekonomi yang lebih terjangkau dari pada jajanan di kantin kampus.
Dan salah satu industri merek Rokok yang terkenal melihat tersebut sebagai prospek untuk beriklan, dan akhirnya merekapun menyediakan tempat yang lebih layak bagi para pedagang, namun lagi – lagi kepentingan para elit kampuslah yang mempunyai hak memberlakukan segala aturan.
Suatu saat saya berkunjung kerumah pedagang tersebut menanyakan kenapa ibu tidak berjualan lagi, “katanya karena kebijakan kampus yang mengharuskan ini semua, sehingga sekarang saya bingung harus berbuat apa untuk kelanjutan hidup saya karena tidak adanya kompensai dari pihak kampus untuk mengakomodir mereka pasca pelarangan tersebut”.



Padahal bila pihak kampus lebih pintar dalam menyikapinya sebenarnya keberadaan mereka itu adalah investasi besar bagi pihak kampus yang bisa digunakan untuk mewadahi kebutuhan peremajaan bagi kampus itu sendiri.
Kita lihat jika pihak kampus pintar maka mereka akan mengalokasikan sebagian lahan mereka untuk para PKL itu, yang tentunya bila di tata secara rapih dan edukatif akan mengundang investor untuk melakukan kerjasama dengan pihak kampus, misalkan penarikan pajak dari iklan – iklan produk bagi para industri komoditi tentunya secara edukatif dan moralitis.
Kedua mereka dapat memanfaatkan tenaga mereka untuk kebersihan dan pengamanan kampus, sebagai kompensasi dari pemakian lahan secara Cuma-Cuma. Disamping itu dengan adanya relokasi tempat untuk mereka maka akan memberikan kesempatan bagi mahasiswa mereka untuk berusaha menuangkan ide dan inovasi mereka sekaligus sebagai lahan magang sebelum mereka menghadapi kehidupan yang lebih nyata diluar sana.
Dan masih banyak hal positif yang bisa diambil dari keberadaan mereka, tapi pandangan yang sangat sempit dari pihak elit politik kampus yang hanya memamdang dari segi negative saja, dan mungkin kepentingan kotor dari pihak-pihak mereka, hal itu pun sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat kampus.
- Kebutuhan Tempat Tinggal Yang Layak
Usaha pemerintah untuk mengatasi hal ini bisa dikatakan efektif, dengan “Program Rumah Susun” yang dicanangkan untuk masyarakat kecil. Tapi toh mengapa masyarakat kita masih ada juga yang tinggal dibawah kolong jembatan dan di pinggiran kali. Ada baiknya kita mecoba menyikapi dari beberapa sisi.
Yang pertama, dari sisi kebiasaan masyarakat yang sudah membaur dengan kehidupan yang serba terbatas, mau mandi tinggal kesungai yang notaben airnya sudah terkontaminasi dengan kotoran/sampah yang sebagian dihasilkan oleh mereka sendiri. Jika ingin buang air tinggal ke penggir kali tanpa harus menutup pintu atau menyiram kloset. Sementara di Rusun mereka sebenarnya dilengkapi dengan fasilitas yang serba memadai oleh

pemerintah, namun karena kurangnya perhatian pemerintah untuk mesosialisasikan tata cara penggunaannya secara berkelanjutan sehingga fasilitas yang serba gampang dan sehat itu terasa sangat menyusahkan bagi para penghuni Rusun.
Kedua, kesalahan dari para penghuni Rusun yang seakan tdak mau untuk mencari tahu dan belajar menggunakan fasilitas tersebut. Karena sebagus apapun fasilitas yang ada kalau tidak ada usaha untuk belajar menggunakannya maka itu semua akan menjadi hal yang sia-sia, namun bila kita mau bijak justru disinilah peranan LSM dan seluruh masyarakat yang peduli kepada mereka untuk mengambil alih pekerjaan rumah pemerintah termasuk para arsitek yang sudah ikut terlibat didalam pengadaannya. Tapi tidak bisa di pungkiri kemalasan yang sudah membudaya di masyakat kita menjadikan sebagian besar kita menutup mata akan hal tersebut.
Sungguh tragis melihat kenyataan-kenyataan diatas sehingga jika ada pertanyaan siapa yang patut disalahkan atas ini semua? Jika saya harus menjawab maka saya akan mengatakan “semua orang yang bermukim di Bumi Pertiwi ini mempunyai tangung jawab yang sama untuk hal itu”.
Disatu pihak Pemerintah sebagai aparatur Negara yang melindungi rakyat telah berupaya untuk menjembatani permasalahan tersebut disamping permasalahan bangsa yang juga penting untuk mereka selesaikan, sementara dipihak lain masyarakat miskin seakan telah terkena sindrom pasrah pada kenyatan hidup yang mereka alami, asal masih bisa bertahan hidup untuk hari ini saja itu sudah sebagai anugrah besar bagi mereka. Lantas apakah dengan kepasrahan mereka itu sehingga menyebabkan pemerintah jadi tidak peduli akan penderitaan mereka, dan sampai kapan masyarakat akan pasrah dengan kenyataan hidup yang seperti demikian masih adakah semangat kegotong royongan di masyarakat kita?.
Almarhum Y.B Mangun Wijaya atau yang lebih dikenal dengan Romo Mangun dalam satu kesempatan bekerja sama dengan masyarakat pemukiman Kali Code di Yogyakarta mengatakan “investasi bukan pada bangunan tapi investasi adalah kepada pekerja”. Sungguh inspiratif kata-kata beliau karena dengan berinvestasi kepada para pekerja maka akan menyemangati mereka untuk melakukan segala upaya dan berpikir inovatif terhadap proyek yang mereka kerjakan.
Selain sebagai seorang sastrawan dan aktivis masyrakat yang memperjuangkan hak rakyat keci beliau juga bepropesi sebagai Arsitek yang karya – karya nya dapat memberikan inspirasi untuk arsitek sekarang. Jika di tilik lebih dalam karya – karya beliau terlahir dari kecemasan warga kecil yang berusaha memperoleh kehidupan yang layak ditengah diktatornya pemerintahan Orba pada waktu itu. Disamping itu sebenarnya beliau juga sudah mewariskan kepada dunia, bahwa berarsitektur itu dapat dilakukan dimanapun dengan material lokal yang ada disekitar kita.
Terus bagaimana dengan generasi arsitek kita sekarang, sungguh suatu kebanggaan bagi kita semua dan Negara pada khususnya melihat perkembangan arsitektur dan industrial material di tanah air, apalagi dengan prestasi di ajang internasional yang baru – baru ini diselenggarakan, dimana kita berhasil merebut peringkat kedua, dari sebuah sayembara untuk bangunan skyscraper.
Tapi pernah tidak terlintas dipikiran anda bagaimana pengaruh kemajuan arsitektur itu dengan masyarkat secara menyeluruh di Negara kita?. Industri Arsitektur dan Interior di negara kita memang sudah memberikan inprovisasi kehidupan bernegara kita dengan banyaknya fasilitas umum seperti mall, hotel, apartement, dan pemukiman menunjukkan bahwa bangsa kita mampu merubah wajah disetiap sudut kota menjadi suatu keindahan visualisasi dan sebagai penggerak laju ekonomi masyarakat Indonesia.
Denagan wajah yang begitu indah apakah betul-betul sudah tidak ada lagi cacat dibagian lain? Tentu saja bohong bila anda mengatakan ya!. Sangat jelas terlihat di Ibu Kota Jakarta kehidupan masyarakat miskin yang sangat memprihatinkan ditengah hingar bingar pembangunan, dan sangat disayangkan bahwa itu semua terjadi diseluruh kota di tanah air.
Memang di negara manapun hunian untuk orang miskin tetap ada tapi apakah kita selalu harus beralasan bahwa itu semua bagian dari perubahan peradaban arsitektur yang terus berkembang. Bagi kaum elit di Negara ini investasi mereka terus menerus dilakukan untuk kalangan masyarakat atas dan mengah kebawah sehingga betul-betul tidak ada ruang untuk masyarakat miskin mendapatkan peluang untuk sebuah hunian yang layak.
Pemerintah selalu berdalih bahwa keterbatasan lahan yang kian hari makin bertambah seiring dengan laju pertumbuhan penduduk menyebabkan sangat sulit mencarikan tempat untuk mengakomodir mereka, tapi pada kenyataan nya semua itu Bohong Belaka ! coba lihat berapa banyak pengembang/developer di Negara ini yang bahu membahu saling berebut lahan-lahan strategis untuk mendirikan hunian untuk pangsa pasar kelas mengah dan atas! Kesalahan Pemerintah dalam memberikan izin kepemilikan lahan kepada perusahaan-perusahaan lokal maupun asing juga memberikan efek bagi kehidupan rakyat miskin, tanah yang sekian tahun dimiliki pun dirampas juga hanya karena tidak bersertifikat! Sungguh hukum yang tidak berkompeten tinggi karena disisi lain banyak pengembang yang dibolehkan mendirikan hunian mereka bahkan di daerah-daerah yang merupakan area untuk resapan air, padahal pemerintah tahu bahwa kendala terbesar dinegara kita saat ini salah satunya adalah banjir.
Oleh sebab itulah mungkin selaku arsitek kita perlu sedikit meneladani apa yang telah dilakukan oleh Romo Mangun, Cuma dalam aplikasi yang berbeda untuk masa sekarng, namun nilai luhur prinsip beliau bisa tetap kita jadikan pegangan.
Dalam perkembangannya arsitektur dinegara ini telah memasuki babakan baru yang lebih inofatif dan fashionable, tapi dibalik itu semua masih ada saudara kita yang membutuhkan pemikiran dan kreatifitas yang kita miliki.
Kita terus diransang untuk membuat suatu desain – desain arsitektur yang famous, inovatif, dan kontemporer, tapi pernahkah anda berpikir untuk mendesain bangunan yang lebih mengutamakan unsur-unsur masyarakat mikro namun tetap mampu menumbuhkan karakter bangsa?.
Semua itu tergantung dari pemikiran masing-masing anda tapi harus selalu diingat bahwa berarsitektur tidaka hanya berbicara keindahan bangunan atau berbicara peradaban dari zaman ke zaman, tapi coba anda menengok kembali arsitektur-arsitektur alam yang sudah bertahan selama berabad - abad lamanya.
Maka ada satu hal yang tentunya menjadi unsur utama dari suatu karya arsitektur apa itu?, sebagai gambaran lihat arsitektur rumah lebah, mereka bisa menciptakan sebuah bangunan yang kokoh nan indah terlebih dari itu semua, mereka menjadikannya sebagai sebuah tempat untuk menyimpan madu-madu mereka untuk dimanfaatkan oleh manusia!!. Sehingga kita bisa belajar dan berusaha seperti mereka untuk berbagi sisi kehidupan dengan siapapun dan semangat berusaha untuk terus maju yang terus ada dalam diri seluruh masyarakat Indonesia.
Selengkapnya...

14 Des 2010

Rental Office





Selengkapnya...

30 Nov 2010

Jika Anda Percaya!

Perjalan hidup yang mengarah pada kehidupan yang kontemporer, memacu kita untuk berpikir cepat dan tangkas. Sebagai seorang Arsitek pun pemikiran dan pencitraan diri semakin dituntut oleh perbedaan strata sosial dalam masyrakat kita yang semakin terasa, kisruh politik dan keimanan seluruh penduduk negeri ini.<span class="fullpost">


Khususnya Arsitek, sehubungan semakin sempitnya lahan dinegeri ini dan semakin semrawutnya kehidupat politik dan ekonomi menempatkan para arsitek di jalur yang penuh dengan Dilema. semakin sempitnya lahan untuk membangun serta arus global yang semakin gencar masuk ke Indonesia menuntut para arsitek untuk masuk ke kondisi yang serba dilema.

Sebagai contoh pembangunan perumahan dibeberapa daerah di Indonesia bagaikan jamur di musim di pagar rumah, hal tersebut adlah salah satu jalan untuk memenuhi tuntutan dilema kebutuhan tempat tinggal bagi setiap penduduk negeri ini tapi, that's ok! tapi sangat disayangkan bila itu semua tanpa melalui koridor-koridor Arsitektural yang benar. sebagai contoh real saya akan memperlihtakan dua buah gambar pembanding!.


 Setelah melihat gambar diatas apa yang terlintas dibenak anda? tentu sangat banyak gambaran yang bisa anda sebutkan, secara arsitektural kedua perumhan diatas memang memiliki perbedaan theritori lahan namun kita dapat melihat bahwa dalam memilih lahan haruelah betul-betul teliti dan memahami secara sejarahnya, budaya masyarkatnya sampai strata ekonomi masyarakatnya.

Mungkin akan ada banyak lahan persawahan atau area hijau yang hilang dalam pengaplikasiannya, dan hal tersebut sudah menjadi kenyataan dalam kondisi sekarang! atau mungkin akan semakin banyak sampah yang berada disekitar sungai akibat prilaku penduduk yang tidak menghargai alam!http://www.google.co.id/images?um=1&hl=id&client=firefox-a&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&biw=1024&bih=578&tbs=isch%3A1&sa=1&q=perumahan+kali+code&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=




Sekarang saya coba menunjukkan karya dari arsitek yusing, yang mencoba menarik vokal point dari permasalahan linkungan yang terjadi http://rumah-yusing.blogspot.com/search/label/rumah%20murah

Sekarang coba anda perhatikan hal-hal yang mungkin terjadi yang kadang sangat sedikit orang yang bisa melihat dan merasakannya dalam kehidupan mereka.

Kontrasitas seperti inilah yang saya katakan diawal,tentunya hal ini semua adalah contoh kehidupan bernegara yang sekarang sedang terjadi di Indonesia. apakah semua ini sebagai imbas dari kekisruhan politk dan ekonomi di negara kita, lalu siapa yang lantas harus disalahkan apakah Pemerintah atau Arsitek, atau seluruh lapisan masyarakat negeri ini?.http://www.google.co.id/images?um=1&hl=id&client=firefox-a&rls=org.mozilla:en-US:official&biw=1024&bih=578&tbs=isch:1&&sa=X&ei=qNT1TPCAGILWrQeTpsXWBg&ved=0CCAQBSgA&q=rumah+kumuh+di+balik+perumahan&spell=1

Apakah dengan adanya program Pemerintah untuk pengadaan Rumah Susun dapat mengatasi hal tersebut, ataw mungkin Pemerintahlah yang harus diperbaiki lebih dulu, atau mungkin para arsitek yang harus bekerja secara individu dan berkelompok dengan masyarakat untuk mengatasinya?


Sungguh Dilematis bagi para arsitek yang ingin menempatkan dirinya diantara Pemerintah dan masyarakat!! disisi lain kebutuhan ekonomi yang semakin berat kadang menutut Arsitek untuk melepaskan idialisme mereka demi bertahan hidup ditengah kondisi negara yang tidak menentu. </span>


Selengkapnya...

29 Nov 2010

Kamar MU






Selengkapnya...